Selanjutnya, apa yang membedakan kampanye komunikasi pemasaran digital dengan non-digital? Salah satu kekuatan dari pemasaran digital adalah mekanisme feedback atau respons target audience terhadap pesan komunikasi brand berlangsung secara real-time. Lalu, kita bisa segera melakukan manuver sesuai dengan feedback tersebut.
Dinamika kampanye digital
Jadi, kecepatan dan manuver adalah ciri khas kampanye pemasaran digital. Ketika melakukan manuver itulah brand membutuhkan strategi, rencana dan output-output kreatif baru. Sesuatu yang mungkin belum tercakup dalam creative brief awal.
Nah, dokumen creative brief harus bisa menyesuaikan dengan dinamika kampanye digital ini. Dinamika yang begitu cepat ini bahkan membuat beberapa brand merasa creative brief hanya dibutuhkan ketika peluncuran produk baru saja. Sudah cukup dengan mengubah kreatif sambil jalan.
Apakah pendapat ini benar? Mari kita lihat kembali data feedback dan respons target audience dan market. Manuver dilakukan berdasarkan data tersebut. Nah, sesungguhnya manuver itu dilakukan ketika feedback tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan dalam kampanye. Jadi, ada problem yang harus diselesaikan lewat manuver tadi.
Artikulasi dari problem itulah yang harus dituangkan dalam creative brief. Selain itu, creative brief juga menuangkan opsi-opsi yang bisa menjadi solusi atas problem tersebut. Creative brief memberikan arahan dan panduan bagi tim kreatif, baik itu tim internal dan lebih penting lagi bagi creative agency.
Singkat tapi Padat
Creative Brief sesuai namanya, sebaiknya harus singkat tapi padat. Langsung ke inti masalah, bisa memberikan gambaran umum dan beberapa solusi. Tiga hal itu saja sudah cukup dalam creative brief untuk kampanye digital yang dinamis.
Inilah yang membedakan creative brief dengan campaign plan. Kampanye adalah sebuah proyek. Metrics (tolok ukur) kesuksesan proyek adalah tercapainya tujuan sesuai dengan spesifikasi, anggaran dan waktu. Informasi dalam campaign plan harus lebih lengkap, cukup akurat menjelaskan arah kampanye dan tujuan akhirnya.
Pada kerangka Input-Output-Process pemasaran digital, creative brief adalah inputnya sedangkan outputnya bisa beragam. Tergantung dari scope (lingkup) dari creative brief tersebut. Bisa berupa kampanye, strategi, rencana atau output kreatif seperti Instagram Stories.
Intinya, creative brief adalah artikulasi dari problem. Trigger-nya adalah ketika problem itu muncul.

Langkah-langkah Menyusun Creative Brief
Dari pemahaman atas fungsi creative brief tadi, itu paling banyak terdiri dari dua sampai tiga lembar. Berikut ini adalah langkah-langkah menyusun Creative Brief:
1. Penjelasan tentang brand
Bagian ini menjadi pondasi dan kerangka dari keseluruhan brief karena menjelaskan brand statement. Di dalam brand statement ini mencakup bidang bisnis, visi misi, produk atau jasa yang disediakan, USP (Unique Selling Proposition) dan keunggulan kompetitif dari produk atau jasa.
2. Latar Belakang
Informasi latar belakang yang paling penting adalah mengetahui menjawab pertanyaan Why. Mengapa kampanye, strategi, rencana atau output kreatif ini penting untuk membantu membangun brand. Di bagian ini pula kita memaparkan latar belakang kondisi pasar. Misalnya, potensi pasar Gen-Z yang semakin besar, tingginya tingkat adopsi TikTok atau perubahan regulasi industri.
3. Tujuan Kampanye
Berdasarkan latar belakang inilah, langkah selanjutnya adalah menentukan apa yang menjadi tujuan dan sasaran. Tujuan atau (goals) adalah kondisi yang akan dicapai dalam jangka panjang. Sasaran (objectives) adalah pencapaian-pencapaian kecil yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tadi, dan sifatnya spesifik.
Sebagai contoh, tujuan kampanye adalah pangsa pasar di segmen Gen-Z naik sebesar 20%. Salah satu sasaran yang harus dicapai untuk sampai ke tujuan tersebut misalnya peningkatan metric-metric brand awareness di segmen tersebut sebesar 50 poin. Baca artikel ini tentang mengukur brand awareness.
4. Menetapkan Problem Statement
Inilah bagian paling penting dari creative brief. Disini, brand harus bisa mengartikulasikan tantangan dan masalah yang dihadapi dengan jelas dalam Problem Statement. Sebuah problem statement memaparkan kondisi-kondisi apa saja yang menghalangi pencapaian tujuan dan sasaran. Tidak mudah membuat problem statement yang bisa menjelaskan dengan baik skala atau ukuran dari persoalan yang kita hadapi.
Misalnya dalam kampanye dengan tujuan kenaikan pangsa pasar Gen-Z tadi. Lalu dengan peningkatan brand awareness. Kita dapat menuliskan problem statement-nya sebagai “brand kita tidak memiliki akun TikTok sebagai platform media sosial yang banyak dipakai Gen-Z sehingga kita tidak bisa berkomunikasi dengan mereka.”
Di sisi lain, kita bisa merumuskan problem statement itu dengan, “kita belum termasuk sebagai brand pilihan Gen-Z, mereka yang sudah tahu menganggap kita sebagai brand orang tua.” Problem statement yang pertama memang benar dan akurat. Tetapi problem statement kedua lebih jelas menggambarkan skala dan tingkat keseriusan yang dihadapi brand.
Problem statement yang baik itu memiliki empat ciri. Pertama, fokus pada faktor eksternal (brand preference Gen-Z). Kedua, jernih menangkap inti persoalan. Ketiga, menggugah response emosi (persepsi sebagai brand orang tua). Keempat, signifikan ketika problem ini diatasi, pencapaian tujuan dan sasaran akan lebih mudah.
5. Informasi tentang Target Audience.
Deskripsi tentang target audience ini tidak hanya geografis-demografis saja, tetapi yang lebih penting berdasarkan perilaku (behavioural) dan psikografis. Demografis adalah informasi audience berdasarkan kependudukan seperti usia, jenis kelamin dan SES (social economy status).
Informasi perilaku menjelaskan hubungan audience dengan brand. Contohnya: apakah ia termasuk konsumen, prospek, atau lapsed consumer (konsumen yang sudah lama tidak bertransaksi), bagaimana siklus pembelian produk dan pola konsumsi media.
Psikografis menggambarkan bagaimana nilai-nilai, sikap, persepsi audience terhadap suatu masalah yang akan diatasi oleh brand kita. Dalam proses kreatif, informasi psikografis ini lebih penting dibandingkan demografis dan behavioral. Ini karena ekspresi kreatif yang akan dibuat disesuaikan pada nilai, sikap dan persepsi target audience.
Beberapa brand malah sudah selangkah lebih maju dengan memberikan gambaran persona dari target audience.
6. Gambaran Kompetitor dan Lanskap Kompetisi.
Disinilah brand menjelaskan peta persaingan dan kompetitor. Bagaimana USP dari produk kompetitor, apa saja kampanye yang sedang dan pernah ada, serta strategi kompetisi yang mereka jalankan. Pakar strategi bisnis Michael Porter menjelaskan ada tiga strategi kompetisi.
Pertama adalah cost leadership dimana brand membangun keunggulannya dengan menekan biaya-biaya serendah mungkin. Dengan cara ini, harga jual produk pun bisa lebih murah dibandingkan yang lain.
Kedua adalah strategi diferensiasi. Disini, brand bersaing dengan memperkuat USP yang membedakan dirinya dengan kompetitor. Aktivitas branding yang jor-joran masuk dalam strategi diferensiasi ini. Konsumen pun rela membayar lebih untuk diferensiasi ini.
Ketiga adalah focus strategy. Seperti namanya, brand hanya fokus melayani segmen pasar tertentu (niche market) atau hanya menyediakan produk atau layanan untuk kebutuhan khusus.
7. Estimasi Waktu dan Anggaran.
Bagian ini cukup jelas tapi sangat penting karena memberikan limitasi-limitasi nyata atas solusi yang diberikan. Ketersediaan waktu, anggaran dan sumber daya ini yang membuat output dari creative brief ini tetap membumi, bisa dieksekusi.
8. Metrics dan Key Performance Indicator (KPI)
Pada tahap creative brief, metrics dan KPI ini bersifat opsional. Ini karena output atau deliverables yang lebih rinci baru akan ditetapkan pada campaign plan.
9. Hal-hal yang wajib (mandatory).
Di bagian ini kita memaparkan beberapa panduan seperti brand guideline, photoshoot guideline dan berbagai regulasi yang relevan.
Creative brief sebagai panduan
Creative agency yang berpengalaman akan menggunakan creative brief sebagai panduan. Bukan sebagai acuan akhir atau sebuah standar yang kaku sebagaimana spesifikasi teknis. Dokumen creative brief lebih tepat sebagai checklist apakah outputnya sudah menjawab problemnya.
Creative brief memandu aktivitas-aktivitas lain yang merupakan tindak lanjut untuk menjawab problem tersebut. Berdasarkan creative brief itulah, creative agency atau tim kreatif internal, menggali informasi, melakukan riset pasar dan diskusi-diskusi lanjutan dengan brand.
Silakan memakai metode ini untuk mempercepat respons brand ketika harus melakukan manuver dalam kampanye digital. Cepat, singkat dan padat.